Status Merah dan Status Biru Dalam Seleksi Perguruan Tinggi Negri

Viewed : 150 views

Detik-detik pengumuman SNBT telah dilewati. Ada yang menjadi berstatus merah dan bersedih karena ditolak dan ada status biru yang bergembira karena diterima. Semua sama-sama telah berjuang dengan gigih, bahkan dengan cerita yang mengharu biru dengan perjuangan yang tiada habisnya.

Ada yang dari keluarga mampu, sampai bisa mengikuti banyak bimbel yang bertaburan di Pulau Jawa dengan kualitas pendidik yang luar biasa, dari jebolan kampus-kampus ternama di Indonesia tentunya. Ada juga yang dari keluarga tak mampu yang hanya bisa berlatih soal yang disediakan gratisan dari bimbel atau berlatih dari buku-buku bekas yang terdahulu. Mereka semua bersemangat dengan tingkat kenyamanan yang berbeda tentunya.

Mengamati fenomena ini tiap tahun membuat saya prihatin tiap saat, dimana ketika yang memiliki privilege memilki kesempatan lebih. Apa yang akan terjadi dengan anak-anak yang tidak bimbel? Apakah kesempatan mereka lebih kecil untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi negeri?

Tentu tidak, mendengar cerita angkatanpejuang PTN tahun ini yang kembali menoreh untuk ditulis sangat luar biasa. Bagaimana seorang gadis dari kabupaten Cirebon yang berhasil masuk Universitas Indonesia melalui SNBT yang tidak mengikuti bimbel karena keadaan ekonomi keluarganya. Cerita pejuang PTN yang berhasil masuk Universitas Airlangga Falkutas Kedokteran melalui SNBP dari SMA di daerah Kabupaten Banten, namun tersendat ketika mengetahui biaya masuknya mencapai 35 juta rupiah dan berjuang kembali untuk beasiswa.

Ada lagi cerita dari keluarga mampu yang sangat menginginkan anaknya melanjutkan ke PTN dari jalur SNBP dan SNBT, bahkan sampai mengikuti 2 bimbel online dengan harga cukup besar dan 1 bimbel offline yang mengkhususkan untuk kelas 12 saja. Dan ketika SNBP tidak lolos, karena mereka dari kalangan mampu, anaknya mengambil les bimbel offline di kota Sultan yang bisa menjamin masuk SNBT dengan bayaran yang tidak sedikit. Walaupun anaknya akhirnya masuk PTN di kota Semarang tapi jika mengingat biaya yang telah dikeluarkan berkisar 40 juta lebih, ditambah dengan biaya hidup yang harus dikeluarkan selagi di kota Sultan tentu tidaklah bisa disanggupi oleh setiap keluarga.

Lalu sebenarnya apa sih tujuan dari memasukkan anaknya ke PTN dengan cara mengikuti bimbel-bimbel yang banyak? Ketika ditanyakan orang tuanya menjawab agar mendapatkan uang semesteran murah yang akan dibayarkan tiap semesternya. Langsung, jiwa keadilan saya meronta…Gak salah?

Saya rasa jawaban sesungguhnya adalah pride, kesombongan dan pujian yang ingin didapatkan orangtua tersebut. Mengapa saya bisa berkata seperti itu? Sebab beberapa hari berikutnya orangtua anak itu membagikan Sertifikat UTBK yang dibagikan di tahun ini dengan nilai yang mencukupi untuk masuk Universitas Indonesia. Ada kekecewaan karena memilih universitas di kota Lumpia, padahal bisa lolos passing grade dari UI sebagai Universitas bergengsi dan terbaik di Indonesia.

Membahas perilaku orang memang tidak ada habisnya, bukan? Tapi, sekarang rasanya dunia sudah terbalik, dimana tiap orang berlomba masuk universitas ternama karena itu adalah universitas terbaik, bukan lagi memilih berdasarkan program pengajaran atau ekstrakurikuler yang menarik yang ditawarkan dari tiap universitas. Memang tidak salahnya memilih universitas ternama, karena universitas yang terkenal pasti karena telah memiliki alumni yang berhasil dan sukses di bidangnya, sehingga bisa mengangkat nama universitasnya.

Saya tahu bahwa di Indonesia ini banyak sekali anak-anak pintar yang meiliki nilai lebih dari 90 dalam nilai rata-rata raport mereka ataupun nilai sertifikat UTBK, hal ini tak lain karena informasi yang makin berkembang pesat, pendidikan yang sudah banyak membuka kesempatan bagi rakyat kecil dengan beberapa program beasiswa, jalur penerimaan yang lebih beragam, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Tidak semua anak dari yang memiliki nilai bagus diterima di universitas ternama di Indonesia, bahkan ada yang tidak lolos. Jangan berkecil hati, ya…Tetaplah semangat dan tidak mengubah kebiasaan baik yang kamu miliki, sebab pasti akan ada kesempatan lagi yang akan datang. Saya ingin mengutip salah satu kutipan dari abad ke 15 dari Perancis, “Fleuris là où tu es plantée” yang artinya kurang lebih demikian “Bertumbuh dan mekarlah dimanapun kamu berada.” Kamu menjadi hebat bukan karena orangtuamu, atau sekolahmu. Yang menentukan kamu hebat atau tidak adalah dirimu sendiri.