Cempaluk dan Tuan Van de Burg

Viewed : 50 views

Sudah menjelang tahun terakhir dari 2013, Jen berada di kota kelahirannya bermain dan bercanda dengan orangtuanya. Duduk di ruang keluarga bersama dengan mama dan Jen, ruang keluarga yang telah banyak melalui kenangan ini telah banyak berubah, dengan semakin banyaknya barang yang menumpuk.

Sambil di iringi dengan dengungan nyamuk dalam ruang keluarga rumah masa kecil Jen di kota Cirebon yang diguyur hujan, Mama Kiu mengawali kisah kenangan masa kecilnya dahulu ketka menjelang tahun baru Belanda.

Sebagai anak seorang importir, Hwai Tjiang Lie, Kiu sekeluarga sudah cukup terpandang di kota nya. Di tahun itu, di tahun yang sama Kiu kehilangan mamanya, Ek Kiok Tan,  karena sakit, Kiu mengingat hantaran tahun baru yang dibuat oleh kerabat ayahnya, kue cempaluk dalam wadah keranjang rotan yang halus dan di tutupi oleh kain putih berenda yang masih hangat. Kelezatan kue tersebut mengalir kembali dalam mulut Kiu. Dan sambil menelan ludahnya kembali Kiu menceritakan mengenai sosok pengirim kue cempaluk tersebut.

“Ya, Tuan de Brug salah seorang rekan kerja papa Hwai Tjiang yang datang ke rumah sambil membawa kue itu dan mengobrol bersama papa dalam ruangan ditemani dengan minuman anggur dan wedang teh”, kenang mama Jen kembali.

“Engkong memiliki banyak rekan dagang orang Belanda saat itu, dan mama paling menyukai kue-kue buatan Belanda yang mereka bawa jika berkunjung ke rumah,” ujar mama dengan penuh semangat kepada Jen. “Banyak dari mereka yang datang ke rumah selalu membawa kue-kue yang lezat.”




Nada mama berubah menjadi pelan, “ Tapi sewaktu ada ujaran nuntuk ‘usir Belanda’, Tuan de Burg yang bertempat tinggal di Kesambi itu meninggalkan Cirebon dan kembali ke negeri Belanda.”

“Wah, apakah orang tersebut masih hidup hingga kini?”tanya Jen yang makin antusias dengan kisah ini. “Tentu saja sudah meninggal,” timpal mama Jen sambil membuka gelas enamel yang tersedia di depan mejanya dan meminum air putih untuk menghapus rasa hausnya sejenak.

Mama Jen kembali melanjutkan ceritanya, “Engkong yang saat itu menjual minyak sereh ke banyak orang Belanda. Dan…” Jen memotong cerita mama, “Untuk apa sih minyak sereh itu, ma?”
“Oh, tentu saja untuk dibuat sabun,” jawab mama sambil membetulkan duduknya, “Orang Belanda jaman dahulu suka membuat sabun dengan menggunakan minyak sereh sebagai salah satu bahan pembuatnya.”

“Seperti sabun sereh yang banyak dibuat saat ini, Ma?” tanya Jen lagi. “Betul, nak..” Mama kembali menjawab pertanyaan Jen.

“Ma, lanjutkan lagi, ma ceritanya,” pinta Jen kepada mamanya. “Oh, iya…” ujar mama Kiu kembali, “Engkong memiliki rekan orang Belanda saat itu, kurang lebih sepuluh orang, Engkong sangat fasih berbahasa Belanda dan sering mendapatkan kue Belanda yang lezat saat perayaan Tahun Baru Belanda.”

“Seperti apa sih, ma, kue cempaluk itu?”tanya Jen kembali. Mama Kiu kembali menjawab,”Bentuknya seperti asem cempaluk, bulat-bulat yang berendeng menjadi satu, dan yang terutama rasanya sangat lezat,” mama kembali menceritakan mengenai rasa kue cempaluk yang lezat itu. “Mama sempat melihatnya di Yogya baru departmen store di Karanggetas, semalam sewaktu kita pergi kesana,” cerita mama yang mengingatkannya akan makanan kenangan masa kecilnya dahulu.

“Ah..mama bikin Jen penasaran,” ujar Jen seraya mencolek mamanya. “Coba, deh. Mama gambaarkan rasanya ke Jen kembali. Siapa tahu Jen bisa mengingat dan membelinya untuk mama jika mama menginginkannya.”

“Hmm…rasanya mirip dengan kue kecik, karena kue campaluk ini terbuat dari ketan dan gula jawa juga,” mama menjelaskan dengan lemah lembut.  Jen segera mengeluarkan smartphine miliknya untuk mencari wujud kue cempaluk ini, tapi tidak diketemukan. Jika kue kecik akan muncul banyak foto yang menggambarkan kue kecik tersebut.

Jari Jen lincah mencari kembali tuan Van de Brug, mungkin akan muncul beberapa wajah orang belanda yang dikenal oleh mama. Tapi mama terlihat sudah mengantuk dan lelah, Dan Jen tidak ingin mengganggunya, dengan tepukan dan ciuman lembut di kepala mama, Jen meninggalkan mamanya untuk dapat menikmati udara sore yang sejuk dengan awan yang mendung sebagai tanda akan segera hujan.

Nikmat sekali rasanya telah mengetahui sepenggal sejarah dan kenangan mama dan engkong, ujar Jen seraya tersenyum dalam hatinya.