Ayah yang Mengasihi

Viewed : 48 views

Berita mengharukan di awal Maret 2013, seorang ayah meninggal karena melindungi putrinya yang berusia sembilan tahun dari badai salju yang melanda Jepang utara. Nama pria itu Mikio Okada. Mereka terjebak di tengah badai salju yang parah saat menjemput anaknya dari sekolah.

Mikio Okada yang berprofesi sebagai nelayan dan anaknya Natsune menelpon keluarganya dan mengatakan bahwa truk yang dibawanya terdampar di tengah salju yang menumpuk . Okada mengatakan ia dan Natsune akan berjalan beberapa kilometer.

Keduanya ditemukan 300 meter dari truk pada pukul 7 pagi di hari Minggu. Okada memeluk dan melindungi putrinya dengan menggunakan tubuhnya dan dinding sebuah gudang untuk melindungi putrinya, ia juga memberikan jaketnya kepada putrinya. Putrinya menangis ketika diketemukan dan tim penyelamat yang menemukan mereka segera melarikan gadis kecil itu ke rumah sakit dan dinyatakan tidak mengalami luka yang serius.

Sedangkan Mikio Okada telah meninggal, membeku karena kedinginan. Terlebih lagi Ibu Natsune sudah dua tahun yang lalu meninggal dikarenakan sakit.




Mikio Okada dikenal sebagai ayah yang sangat mengasihi putrinya, bahkan ia sering menunda pergi bekerja untuk menikmati sarapan bersama putrinya. Dan sebenarnya ia sudah memesan kue untuk putri semata wayangnya itu untuk merayakan Festival Boneka yang identik dengan Hari Raya Anak Perempuan dan amat menantikannya, menurut para tetangganya.

Membaca kisah nyata yang terjadi Jepang ini sungguh merupakan pengorbanan yang luar biasa dari seorang ayah. Itu dinamakan kasih, kasih tanpa syarat.

Hampir sama dengan kisah mengenai Tuhan Yesus yang bersedia mati di kayu salib untuk kita semua. Yesus tidak memperdulikan betapa beratnya menanggung derita salib, dan segala penghinaan yang tidak pantas diterimanya. Tapi Ia menerima semua itu dan tunduk pada perintah Bapa di Surga.

Hendaknya segala pengorbanan Yesus kita maknai secara mendalam, jangan hanya menganggap sepi saja dan melupakan segera setelah menghadapi hal lainnya. Ingatlah bagaimana Ia mau menanggung semuanya itu untuk kita, ingatlah bagaimana Ia amat tidak pantas diperlakukan seperti orang ternista.




Yesus sanggup berbuat lebih saat itu pada orang-orang yang telah berbuat keliru, tapi Dia diam dan tunduk atas kehendak Bapa. Jika saya yang menjadi Dia, dengan segala kuasa yang dimilikiNya, saya akan mengubah mereka menjadi tikus atau cacing tanah kemudian akan saya injak. Tapi Yesus bukan saya yang memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki untuk kepentingan sendiri, Yesus bukan saya yang mudah takut, Yesus bukan saya yang lemah dan penuh ketidaktulusan.

Saya masih belajar dan akan terus belajar menjadi serupa dengan Yesus dan bukan karena kekuatanĀ  dalam diri, tapi Roh Kudus yang akan membimbing, dan Roh Kudus yang akan menundukkan saya. Dan semuanya untuk kemulian Allah Bapa di Surga.