Menghadapi Musuh

Viewed : 33 views

“Selamanya aku akan direndahkan, selamanya aku akan merasa segan dengan mereka,” ujar Jen dengan berlinangan air mata dalam doa paginya. Ia menghela nafas berat akan permasalahan yang dihadapi yang sungguh membangunkan kegelisahan dan menegaskan perbedaan.

“Salahkah aku, Tuhan jika aku mengharapkan mereka mati terlebih dahulu dan segera,” katanya dalam isak tangis.

Terbayang dalam benaknya semua perkataan buruk mereka mengenai diri Jen yang tentunya sangat menyakitkan, terbayang segala kesombongan dan perasaaan unggul mereka, terbayang segala tingkah laku mereka yang berkedok dengan adat istiadat dan mengucapkan hal-hal yang tidak baik mengenai orangtua Jen.

Dada Jen makin sesak, ingin rasanya memukul, menendang, menghajar mulut mereka, sambil berteriak,”Emang lu siapa??!” Acara besar yang harus dihadapi, yang dibungkus dengan kemewahan garapan mereka yang mengharuskan untuk mengikuti adat istiadat yang mereka wajibkan sendiri dan hanya agar dikatakan kompak dan serasi, makin membuat Jen muak.




Pikiran Jen makin mengembara, ada pertentangan antara “Good Jen” dan “Bad Jen.”
Good Jen mengatakan, “Sudahlah, biarkan saja, harus sabar dan terus berdoa, karena Tuhan akan melindungi ku. Ikuti saja mau mereka toh tidak diperlukan biaya besar, hanya kehadiranku saja.”

Bad Jen berbisik dengan dasar logika dan pengenalan akan sifat mereka,” Ih…siap-siap untuk dihina dan direndahkan karena tidak menyumbang sedikitpun dalam bentuk uang, mereka kan tidak pernah tulus dalam memberi.”
“Suatu saat mereka akan melihat barang bagus yang ku miliki dan akan berkata lagi,’Jen mengaku tidak punya uang tapi bisa beli barang bagus’, apa yang dapat kulakukan selain terluka untuk kesekian kalinya atas bukti ketidaktulusan mereka.”

Pikiran jahat lebih menguasai dan menjajah pikiran Jen. Lanjutnya dalam doanya “Kuharap mereka mati lebih cepat.”

Mengharapkan mati orang yang jahat dan musuh-musuh, mengharapkan kecelakaan menimpa mereka atas perkataan, perbuatan dan tindakan mereka yang telah menyakiti dan membuat sesak, sangat bertentangan dengan ajaran Tuhan Yesus,  bukan? Mendoakan dan memberkati mereka adalah tugas orang percaya. Dan itulah yang ada di benak Jen, pertentangan antara yang baik dan yang jahat.

Rasanya menginginkan keadilan datang segera dan menghukum yang bersalah, tapi Tuhan kita tidak bekerja dengan cara demikian. Tuhan menginginkan sesuatu dari kita umatnya, Tuhan berkata, “Aku telah memberikan kamu apa yang kamu minta dalam doamu, dan Aku sedang merangkaikan itu semua untuk masa depan mu yang baik dan terjamin.”




“Tapi Aku ingin tahu bagaimana tindakan mu terhadap mereka, orang yang menyakitimu? Apakah kamu sudah sepenuhnya memaafkan mereka dan mendoakan mereka dengan  tulus?”

“Hal ini akan menentukan besar kecilnya hal-hal yang hendak Kupercayakan padamu.”

Terpana Jen akan rangkaian kata-kata yang mengalir dalam bayangannya. Kembali ia berdoa dan mohon ampun. Dengan jujur Jen utarakan, “Tuhan aku belum dapat mendoakan mereka dengan tulus, karena hal ini benar-benar sangat menyakitiku. Mengharapkan kematian mereka adalah cara yang tercepat yang dapat aku pikirkan.”

“Ampuni aku, Tuhan. Sungguh aku ini masih harus banyak mengalahkan manusia lama dalam ku. Ampuni aku Tuhan, bantulah aku untuk menghadapi semuanya itu.”

“Lepaskanlah aku dari pada musuhku, ya Allahku, bentengilah aku terhadap orang-orang yang bangkit melawan aku” (Mazmur 59:2)

“…sebab Allah adalah kota bentengku, Allahku dengan kasih setianya.” (Mazmur 59:18)