Kesuksesan Diantara Pegawai dan Pengusaha

Viewed : 51 views

Jessi asik bercanda dengan teman kantornya.Membicarakan staff lainnya dan tertawa riang bersama dengan candaan mereka. Dan begitulah setiap harinya terjadi dalam kehidupan Jessi sebagai pegawai.  Itulah sekelumit kehidupan pegawai pada jam kerja pada umumnya.

Menjadi pegawai memang mengasikkan, hanya perlu bekerja jika ada tugas dan pekerjaan saja, selanjutnya menghindari pekerjaan dan lebih asik bercanda atau menyenangkan hati bos dengan cara memuji-muji hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dipuji-puji. Tetap menerima gaji setiap bulannya dan tetap besar kemungkinan untuk naik jabatan karena dekat dengan atasan.

Seberapa banyak pegawai yang benar-benar bekerja? Termasuk pegawai seperti apakah Anda?

Sudah banyak buku-buku kisah orang sukses yang dibaca, dan selalu ada kata ketekunan, fokus dan bekerja sungguh-sungguh tertulis di dalamnnya.

Sukses identik  dengan kemapanan dan kekayaan. Cara untuk menjadi mapan dan kaya ada 3 cara : pertama Anda terlahir dari keluarga mapan dan kaya sehingga secara otomatis Anda menjadi orang kaya juga, atau bila tidak pilihlah cara kedua yaitu nikahi orang mapan dan kaya hingga Anda bisa ikut jadi kaya, tapi cara kedua ini biasanya membutuhkan modal wajah cantik dan ganteng, lalu bila kedua cara tersebut tak bisa dan bukan takdir Anda maka pakailah cara terakhir atau cara ketiga yaitu bekerja keras dibarengi berpikir cerdas, karena bekerja keras saja tidaklah cukup.




Jessi sudah merasakan posisi sebagai pegawai, dan ketika ia sudah cukup matang dan ingin memiliki usaha sendiri, ia berusaha untuk menjadi atasan yang baik bagi pegawainya. Dan makin disadarinya bahwa untuk mencari karyawan atau pegawai yang baik tidaklah mudah.

Setiap akhir bulan tiba, Jessi berjuang agar seluruh karyawannya memperoleh apa yang sudah menjadi haknya setelah bekerja 1 bulan. Dan walaupun belum ada pemasukkan dalam usahanya, maka tak segan Jessi berhutang untuk membayar karyawannya.

Tapi ketika dilihatnya pegawainya tidak bekerja saat ia tidak ada di tempat, maka sangat sakit hatinya oleh kenyataan itu. Sekarang Jessi mengerti apa yang dirasakan atasannya dahulu ketika dia masih sebagai pegawai. Tidak mudah memang mencari pegawai yang baik.

Dibawah ini adalah salah satu kisah inspiratif dari seorang buruh pabrik bernama Zhang Xin yang menjadi salah satu wanita terkaya di dunia.

Dari kisah ini dapat dikatakan bahwa kesuksesan dan keberhasilan seseorang berasal dari dirinya sendiri.

Zhang Xin wanita yang kini menjadi salah satu wanita terkaya di dunia asal Tiongkok , siapa sangka seorang Zhang Xin yang dulunya hanya seorang biasa-biasa tapi kini menjadi orang yang luar biasa, bagaimana kisah selengkapnya mari kita simak bersama.

Namanya begitu populer di Negeri Tirai Bambu tersebut. Namun siapa sangka, ratu properti ini masa kecilnya penuh dengan kesengsaraan. Zhang Xin, sang ratu properti, menghabiskan masa kecilnya di lantai lima, rumah susun di pinggiran Beijing. Makan nasi ransum dengan mangkuk besi bersama anak-anak pekerja keras yang lain.




Saat remaja, ia sempat menjadi buruh pabrik di Hong Kong. Bekerja 12 jam dengan shift. Saat kerja inilah, sedikit demi sedit, Zhang bisa mengumpulkan uang. Pada usia 20, Zhang telah memiliki uang cukup, dan memutuskan hijrah ke Inggris. Dia mendapatkan bea siswa di Sussex. Kemudian, dia melanjutkan di Cambridge untuk menyelesaikan gelar master.Pada usia 27 tahun, Zhang berhasil menyelesaikan studi S2 di bidang Development Economics dari Cambridge University.

Seperti kebanyakan orang Asia yang merantau untuk belajar, setelah bekerja keras dan bersaing untuk belajar, Zhang berhasil mendapatkan pekerjaan di perusahaan internasional Goldman Sachs and Travelers Group, membangun karirnya dalam investment banking. Dalam perjalanan karirnya, Zhang telah mewarnai media publikasi bisnis yang terkenal seperti BusinessWeek, Financial Times dan lainnya. Namun yang mengagumkan, Zhang Xin tetap dikenal sebagai seorang pribadi yang low profile di antara perkumpulan perantauan Tiongkok .

Kini, dua dekade setelah dia bekerja keras, Zhang bisa menatap dari lantai atas salah satu bangunan paling bergaya dan bergengsi di Beijing. Itulah bangunan miliknya, yang dibangun dari keringatnya sendiri. Zhang pun menjadi salah satu wanita terkaya dunia.

Di bawah bendera SOHO, Zhang berhasil membangun kerajaan bisnis properti bersama suaminya. Dia berhasil mengubah cakrawala dari rumah beton kotor yang ia tinggali hingga 1970, menjadi gedung yang indah dan futuristik. “Pembangunan ini bertahap dan begitu lama,” katanya.

“Saya teringat ketika kami sedang berjuang membayar gaji dan tagihan. Bagaimana pun perusahaan harus terus bergerak meskipun dengan utang. Dengan kontrol biaya yang ketat, kami pun secara bertahap bisa mendapat keuntungan.”

Meski telah sukses, dia tidak mau memamerkan kekayaannya. Penampilannya sangat sederhana. Bila menggunakan make up, tidak begitu kentara. Begitu juga dengan perhiasan, juga tidak berlebih.pakaian sederhana, kegiatan akhir minggu untuk keluarga dan masih bepergian dengan penerbangan kelas bisnis. Tentu hal ini sangat berbeda dengan gaya hidup wanita sukses di negara kita dan di tempat-tempat lain




Ditanya mobil apa yang dia pakai, dia ragu-ragu. Namun akhirnya menjawab. “Oh, itu Lexus. Saya tidak tahu modelnya.” Bahkan dengan triliunan rupiah kekayaan yang ia punya, Zhang tetap mempertahankan sikap hemat. Bila menggunakan pesawat, dia akan menolak menggunakan kelas satu. Padahal bagi dia, sangat mudah terbang ke mana pun dengan tiket paling mahal sekali pun.

“Ini bukan soal keterjangkauan, ini tentang hati nurani,” katanya. “Kelas bisnis ini sudah cukup nyaman.” Zhang yang sekarang berusia 45, lahir di Tiongkok . Tumbuh dewasa selama paruh kedua dari Revolusi Kebudayaan (1966-1976). Dia merupakan putri generasi ketiga imigran Tionghoa yang pindah ke Burma dan kembali lagi ke Beijing pada 1950. Keluarga ini tinggal di sebuah bangunan utilitarian. Ibunya bekerja sebagai penerjemah resmi membantu menyebarluaskan pernyataan Deng Xiaoping dan Zhou Enlai. Saat sekolah, setiap siang Zhang pulang untuk makan nasi ransum dari kantin gedung itu.

“Hanya ada tiga jenis makanan, semua cukup buruk,” kenang dia. “Kami masing-masing memegang mangkuk nasi dan dibawa ke kantin. Petugas membagikan makanan dari wadah yang sangat besar,” kata dia sambil menunjuk foto pekerja konstruksi yang sedang mengantre makan di salah satu proyek bangunannya. “Rasanya seperti itu, hanya jauh lebih buruk.”

Saat itu, Zhang Xin mengatakan, Beijing adalah kota muram. “Bangunan-bangunan itu kelabu, semua orang berpakaian abu-abu. Kami tidak pernah melihat langit. Tidak ada gagasan dari langit biru untuk sebuah kemakmuran,”katanya.

“Semua orang berpakaian sama, makan sama, perbedaan antara satu orang dengan lain sangat kecil. Mungkin sama seperti perbedaan satu rambut dengan rambut lain di kepala Anda,” ujar Zhang.

Bekerja sebagai buruh pabrik di Hong Kong baginya tidak jauh lebih baik. “Itu mengerikan,” katanya. Setelah “melarikan diri” ke Inggris, pintu Zhang mulai terbuka. Dengan gelar master ekonomi pembangunan di tangannya, ia mendapat pekerjaan pertamanya di Goldman Sachs.

Pada 1994 ia kembali ke Negerinya , tergoda seperti ekspatriat lainnya yang terpikat oleh tawaran zona ekonomi khusus dan reformasi ekonomi.




Seorang teman menyarankan Zhang memulai bisnis properti. Pan Shiyi namanya. Dia yang datang dari keluarga lebih miskin dari Zhang, memandang masa depan bisnis properti sangat bagus.

Empat hari kemudian, Pan mengusulkan semua ide kepada perempuan itu. Lalu mereka mendirikan SOHO. Bersama Pan yang kemudian menjadi suaminya, Zhang memulai bisnisnya pada 2007. Perusahaan ini sempat kolaps dengan utang US$ 1,65 miliar, namun kemudian sedikit demi sedikit utangnya bisa direstrukturisasi.

Tentang gaya hidup ini, wanita 45 tahun ini berkata, “Ini bukan tentang kesanggupan, tapi tentang kesadaran”. Ya, sekalipun Anda telah bekerja keras dan bisa membayar apa pun yang Anda inginkan, tidak berarti menghamburkan uang adalah kewajaran. Semoga rasa nasionalisme Zhang Xin kepada negaranya dan kesadaran Zhang untuk hidup sederhana juga dapat menginspirasi kita untuk hidup lebih baik.

Baru-baru ini majalah Forbes menurunkan profil 10 perempuan miliarder dunia yang kekayaannya dari keringat sendiri. Bukan warisan maupun hibah.

Salah satunya adalah Zhang Xin, yang memiliki kekayaan US$ 2 miliar atau sekitar Rp18 triliun.