Menghadapi Pengganggu

Viewed : 42 views

“Mami kok jemputnya lama sekali?” ujar anakku seraya memelukku. “Maaf ya sayang, mami tadi ada beberapa hal yang harus dilakukan,” ujarku seraya mengelus rambutnya. Wajah cantiknya dibenamkan ke dalam perutku, seakan ingin menangis. Aku tercekat dalam hati berpikir, ‘Ada sesuatu di sekolah rupanya.’

Kupeluk anakku sepanjang jalan menuju kendaraan kami, kutanyakan dengan lembut, “Bagaimana sekolah hari ini, sayang?” Hal ini biasa kutanyakan padanya mengenai apa yang terjadi di sekolah sepanjang hari itu. Dia terdiam dan tetap memelukku dan tertunduk. Kupeluk dan kucium saja dia.

Setelah berada di dalam kendaraan anakku mulai bercerita mengenai yang terjadi di sekolah yang membuat aku tercekat, marah dan kecewa. ‘Bagaimana mungkin putriku yang manis seperti ini diperlakukan seperti itu oleh teman sekolahnya.

“Mami, kaka tadi diejek oleh teman-teman,” ujarnya dengan wajah sedih sekali.
“Diejek apa nak?” tanyaku kembali.
Dengan merengut sedih putriku menceritakan, “Aku diejek gendut, perutnya besar seperti orang hamil dan sudah punya anak.”
Langsung aku tanyakan siap yang mengejeknya,” Siapa yang mengejek kaka?”
“Teman-teman,” tutur anakku.
Kembali aku menegaskan, “Siapa namanya?”
Anakku menangis dan ia berkata kembali “Semua teman perempuan kaka.”




Hatiku sangat hancur dan marah sekali, bagaimana anak sekecil mereka dapat berkata hal yang menyakitkan seperti itu kepada temannya sendiri. Aku kembali menegaskan dan bertanya, “Sebutkan siapa nama mereka?”
“Mami tidak perlu tahu,” ujar anakku dengan nada yang tegas pula.

Tersentak aku mendengarnya, anakku mencoba untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dan ia hanya butuh dukungan dan penghibur untuk hatinya. Kupeluk dan kukatakan, “Tahukah anakku, bahwa kaka sama sekali tidak gemuk. Mami yang gemuk dan berperut besar.” Ku hela nafasku dan melanjutkan, “Mami sangat sedih kaka harus diejek seperti itu oleh teman-temanmu, jika mereka teman mereka tidak akan berbuat seperti itu.”

“Tubuh kaka cukup untuk anak seumuranmu, karena sedang masa pertumbuhan. Perbanyak saja olah raga…ya”, ujarku sambil menatap matanya.
Anakku akhirnya memberitahukan nama temannya itu. “Teman kaka yang mengejek dimulai dari satu orang yang bernama Angel… Mi. Dia juga melarang kaka untuk merapikan baju kaka karena perut kaka terlihat besar sekali,” ujarnya sambil menangis.

Arrggh…bertambah geram aku mendengarnya, ‘Apa hak anak itu sampai melarang anakku merapikan bajunya?’ Kuhela nafasku, kudiam sambil berusaha menenangkan diri. “Tidak seorangpun yang berhak mengatur kaka selain diri kaka sendiri, orang yang berhak mengaturmu hanya orang-tua dan guru. Apakah Angel ini guru kaka?” kutanyakan demikian dan anakku menggelengkan kepala sambil menjawab, “Bukan.”




“Anakku kamu lah yang berhak untuk mengatur dirimu sendiri, orang lain tidak berhak. Kamu harus belajar membela dirimu sendiri. Karena tidak selama mami atau papi berada di sisi mu. Tidak juga bu guru.” “Kamu harus belajar membela dirimu, dengan tidak selalu mengikuti apa yang orang lain perintahkan. Apalagi jika orang lain itu adalah temanmu sendiri.” “Seorang teman akan selalu berusaha menolong, membantu dan ramah kepada temannya, bukan mengatur dan mengejek.”

“Jika salah seorang temanmu telah mengejek dan mengatur apa yang harus kamu perbuat, bertanyalah pada diri sendiri ‘Siapa dia?’ ‘Siapa yang menunjuk dia untuk menjadi pemimpinku?’ Jika jawabannya adalah ia teman, maka kamu haus mulai mencari teman baru.”

“Tidak perlu berteman dengan orang seperti itu, tidak usah banyak bicara dengan orang seperti itu, hanya meletihkan hati dan pikiran saja. Jangan mau diatur oleh orang seperti itu, karena tidak ada kebaikan untuk dirimu. Jadilah dirimu sendiri, berani mengutarakan pendapat mu nak.” Anakku hanya terdiam sambil memperhatikan aku.

Kutanyakan lagi,” Apakah Angel ini mengatur semua teman?”
Anakku menjawab,”Ya…”
“Dan semua orang menurutinya?” tanyaku kembali dengan nada heran
“Tidak juga, Mi. Ada satu yang berani,” ujar putriku
“Wow, siapa dia?” tanyaku sambil berpikir pastilah lelaki dan berbadan besar seperti salah satu teman anakku yang kukenal
“Fideline, Mi”, jawab anakku Aku kaget, dan langsung menimpali,
“Fideline yang kecil itu? Dia berani?” Anakku menganggukan kepalanya.
“Kaka, harus belajar dari Fideline, yang walaupun bertubuh kecil dibandingkan kamu dan Angel tapi berani untuk berkata tidak ketika diatur oleh Angel dan berani mengutarakan pendapatnya,” ujarku sambil menepuk paha anakku.

“Satu hal yang patut untuk ditakuti adalah hanya Tuhan saja, nak. Karena Tuhan super duper Maha Kuasa. Jika kamu berbuat dosa, maka hukuman takkan lepas darimu, tapi Tuhan juga Maha Kasih dan Panjang Sabar, jika kamu meminta ampun, Tuhan pasti akan memaafkanmu.” “Selagi kamu berada di posisi dan pihak yang benar. Tidak perlu takut terhadap apa pun.”
“Ok, nak?”
“Iya, Mi….”

Kupeluk putriku dan kukecup kening dan pipinya, kukatakan, “Terima kasih ya sudah mau berbagi cerita dengan mami, mami senang sekali. Semoga apa yang mami nasihatkan ini bisa membantu kaka dalam permasalahan kaka dengan Angel.” Sambil menangis dan tersenyum anakku membalas memelukku lebih erat.

Sambil terus mengingatkannya bagaimana cara menghadapi teman seperti itu, aku kerap berperan sebagai Angel yang dengan usil selalu mengkomentari dan mengatur anakku. Tertawa kami bersama melihat bagaimana reaksi anakku yang berpikir sejenak untuk memilih perkataan yang kemudian dikatakannya kepada aku yang berperan sebagai Angel. Aku rasa lebih baik mempersiapkan anakku menghadapi orang-orang seperti itu yang pastinya banyak di depannya. Maka disela latihan kami kukatakan kembali pada putriku.

“Nak, kamu akan menjumpai banyak orang seperti Angel, maka kamu harus tahu bersikap dengan benar dari sekarang. Tidak semua orang baik seperti Mami, Papi, Ade dan Mba juga Guru-Guru di sekolah dan di tempat kursus. Itulah kehidupan yang akan selalu kita hadapi. Jika kamu sudah memiliki pegangan yang tepat mengenai ‘Bagaimana bersikap, berkata dan bertingkah laku’ maka kamu dapat menghadapinya dengan baik.”

Anakku dengan ceria mejawab, “Ok, Mi, kaka mengerti sekarang.” Ujarnya seraya kembali pada permainannya.