Guruku Galak

Viewed : 56 views

Pagi ini aku kesiangan, wah pasti akan dimarahi lagi, pikirku. Aku kelas 4 SD di salah satu sekolah swasta di kota dekat tepi pantai pulau Jawa. Sudah sekian lama aku merasa tidak enak sekali untuk bersekolah, karena salah satu guru yang ‘sengit’ kepadaku.

Entah apa yang buat dia begitu sebal denganku. Pernah aku diomeli sewaktu tiba giliranku piket kelas, dan aku menurutnya tidak menyapu dengan bersih, ia menjewer dan memaki-makiku, dikatakannya bahwa aku anak yang tidak pernah membantu orang tua dan manja, tidak tahu cara menyapu, dan lainnya. Padahal aku piket bukan sendirian, tapi hanya aku yang diperlakukan seperti itu. Lagipula di rumah aku tidak memiliki pembantu, dan kami kakak beradik bergotong royong di rumah menyelesaikan pekerjaan rumah. Memang aku juga tidaklah begitu pintar di sekolah dan juga tidak cantik seperti salah satu bintang kelas di kelas ku.

Jika aku bandingkan diriku sendiri dengan si bintang kelas, aku akan merasa malu dan rendah diri. Orangtuaku tidak mengetahui hal ini, karena selain aku tidak menceritakan juga karena beban dan kesibukan mereka untuk mencari nafkah, lagipula aku tidak mau menambah beban mereka lagi.

Aku juga tahu bahwa guru galakku itu menaksir salah satu guru pria, Bapak Tri namanya, yang baru bekerja di SD ini, teman-temanku banyak membicarakannya. Dan jika aku perhatikan, gerak-geriknya menjadi genit dan manja di depan guru tersebut.




Ia juga sangat mengagumi si cantik bintang kelas di kelasku, Yuliana namanya, ia memang cantik dan pandai, kulitnya putih dan bibirnya merah, seperti putri di kisah Snow White. Bu Herawati kerap mengobrol dan menyapa ramah ibu dari Yuliana yang datang menjemput dan mengelus-elus rambut Yuliana. Ia bahkan mengubah nama keponakan kesayangannya menjadi Yuliana (hal ini karena perintah dari pemerintah untuk mengubah nama menjadi lebih meng-indonesia di tahun 80-an)

Terlahir sebagai bungsu dari lima bersaudara, aku terlahir berbeda dengan saudara-saudaraku. Kerap menjadi bulan-bulanan di keluarga dan di sekolah karena aku berkuilt hitam dan tidak cakep dan cantik seperti saudara-saudaraku. Walaupun demikian orangtuaku sangat menyayangi aku. Dan sekali lagi mereka tidak tahu atau tidak ambil pusing mengenai olok-olokan saudara-saudaraku karena mereka menganggapnya wajar sebagai kenakalan anak-anak.

Aku berkembang menjadi gadis kecil yang pemarah, sensitif dan rendah diri.

Aku memang terlambat ke sekolah pagi itu, bertepatan dengan ibu guru yang galak dan sebal kepadaku mengajar pagi. Aku lari dengan cepat menaiki tangga sekolah dan segera memperlambatnya ketika sudah dekat dengan kelas ku. Hati ini berdebar ketakutan sekali, kuketuk pintu kelas dengan pelan sambil membuka dan mendorongnya.

Terlihat teman-teman sudah duduk rapi dan membuka bukunya, mereka semua memandang ke arahku. Bu guru Herawati (nama guru galakku) melirik sekilas, tidak ada senyum di bibir tipisnya yang terpulaskan lipstik merah itu. Aku tetap berdiri di ambang pintu sampai dia memanggilku, katanya, “Masuk.” Sambil mengayunkan tangannya dan melihat sekilas kepadaku sekali lagi.

Aku berjalan menghampirinya di meja guru didepan kelas, ku katakan alasanku terlambat, “Maaf, bu. Saya terlambat.”
Bu guru tetap sambil menulis di mejanya sambil bertanya, “Kenapa terlambat?”
“Kesiangan, bu,” kataku dengan pelan.

Dengan perlahan ia berdiri dan meletakkan bolpen merk Pilot nya, melihat kepadaku dan berjalan memutari aku.
“Mengapa bisa terlambat? Tidur terlalu malam?” katanya dengan suara yang meninggi, cempreng. Suasana kelas sunyi, teman-teman melihat kearahku, entah apa yang ada dibenak mereka, kasihan kah atau mensyukuri hal itu terjadi padaku. Tapi saat itu aku sudah sangat malu sekali.

“Tidak, bu. Saya tidak tidur malam. Hanya bangun kesiangan saja.” kataku mengutarakan alasannya.

Bu Herawati bertambah marah, ia sudah memegang godek rambut dekat telingaku dan menariknya, rasanya perih sekali. “Kamu berdiri di pojok, selama pelajaran saya!” Bu Herawati menarik godek saya sehingga saya mengikutinya ke arah pojok. Kuhabiskan waktu 2 jam di sudut kelas, menghadap ke sudut dengan menundukkan kepala sambil mendengarkan pelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan.

Saat itu aku ingat, tidak ada yang perduli dengan aku, tidak guruku, tidak temanku, tidak orangtua dan saudara-saudaraku. Aku sendirian, aku jadi sering merenung.

Kini sesudah besar aku tahu hal itu tidak baik untuk dilakukan oleh seorang guru kepada muridnya yang sebenarnya membutuhkan perhatian. Aku sekarang karena aku yang dahulu, sikap negatif seperti rendah diri dan pemarah masih menghantuiku sekali-kali. Aku terus belajar menjadi pribadi yang lebih positif dan percaya diri.

Aku juga mempunyai pemikiran mengenai pendidikan di negeriku ini. Guru ku yang galak itu tidaklah sendiri, masih banyak guru yang berlaku demikian dan masih banyak murid-murid lain yang terluka mentalnya karena cara pengajaran dan pendekatannya yang begitu membeda-bedakan antara si cantik, si biasa dan si jelek, antara si pandai, si biasa dan si bodoh.

Perlakuan yang merata dan adil haruslah terlihat dari pengajaran dan pendekatannya kepada murid didiknya. Murid janganlah dipuji atau disayang karena kecantikan dan kecakapan fisiknya tapi dipuji karena perilaku, prestasi dan tata kramanya.




Bahwa tidak ada murid yang bodoh, bahwa mereka hanya belum mengerti akan apa yang diajarkan dan sudah menjadi tugas guru untuk membuat anak mengerti, dan berikan perhatian lebih untuk pelajaran yang tidak dimengertinya. Jika masih berlanjut belum mengerti, hal ini haruslah dibicarakan dengan orangtua murid agar dapat di bantu mengajari di rumah atau perlu les tambahan.

Guru janganlah membawa masalah perasaan dan masalah keluarganya ke dalam pekerjaannya sebagai guru. Guru harus bersikap professional dalam pekerjaan. Apa yang menjadi masalah di keluarganya, harus diselesaikan dikeluarga, bukan menuangkan amarah dan kekesalan kepada murid dan pekerjaan.

Sulit memang, tapi itulah perjuangan diri kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik, dengan melawan sikap negatif dari diri kita yang lama yang ingin diubah dan dibuang.

Kita semua pasti sekali-kali pernah melakukan peran guru dalam kehidupan ini, baik mengajar anak, adik atau teman. Sudah sepatutnya kita belajar menjadi guru yang BAIK. Terlebih-lebih jika Anda berprofesi sebagai GURU.

Sulit memang, tapi itulah perjuangan diri kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik, dengan melawan sikap negatif dari diri kita yang lama yang ingin diubah dan dibuang.