Peranan Ayah Dalam Mendisiplinkan Anak

Viewed : 41 views

Saya suka melibatkan suami dalam mendidik anak, suamiku juga senang terlibat apalagi sejak ia berusaha sendiri di rumah, ia mempunyai waktu lebih luang untuk anak-anak.

Jika anak-anak sudah merengek meminta sesuatu walaupun oleh saya sudah dijelaskan bahwa tidak boleh karena ini dan itu, tapi kadang mereka tetap memaksa, maka saat itulah ilmu alih dilaksanakan. Saya katakan “Coba bilang ke papi , boleh tidak.” Dan selagi anak berlari ke papi, saya memberi kode dengan isyarat ‘tidak.’ Sudah begitu biasanya suami membujuk, menjelaskan, mengalihkan dan menegaskan kembali itu tidak bisa. Suatu kerjsama yang kompak, bukan?

Pagi ini suami membagi link yang diketahuinya mengenai peran ayah. Dalam Kompas dikatakan bahwa Ayah yang memiliki ikatan yang kuat dengan anak dapat membuat anak disiplin.

Memang peran ayah yang penuh kasih sayang dan juga memiliki karakter yang kuat dapat dijadikan contoh bagi anak-anaknya. Bahkan dikatakan lagi disini, justru ayah mempunyai peranan yang lebih dominan terutama dalam mendisiplinkan anak.



Judy H. Wright, seorang coach hubungan keluarga dan juga seorang penulis kurang lebih 20 buku mengenai keluarga, mengatakan, bahwa orang tua bisa menginterpretasikan disiplin dengan berbagai cara. Dan ayah juga memiliki ragam cara yang berbeda dalam mengajarkan mengenai disiplin pada anak. Kebanyakan ayah mendisiplinkan dengan hukuman, yang dapat mengakibatkan hubungan antara ayah dan anak menjadi tegang.

Ajaran disiplin melalui hukuman memang merupakan ilmu turna temurun yang tidak sadar kita lakukan kepada anak.
Dengan cara hukuman dapat menyebabkan antara ayah dan anak berkurang kedekatannya dibandingkan antara ibu dan anak.

Anak membutuhkan perhatian, dan kedekatan bukan hanya dari ibu tapi juga dari ayah, sehingga akan muncul rasa percaya pada ayah sehingga memudahkan untuk mengajarkan kepada anak mengenai disiplin.



Berikut cara untuk membangun ikatan kedekatan dengan anak yang sekaligus juga dapat mendisplinkan anak:

  1. Ayah bersikap tegas, namun baik dan juga penuh penghargaan.
  2. Lebih sering mengatakan ‘Ya’ daripada ‘Tidak’ bahakan ketika melarang anak makan kue kering, “Ya, kamu boleh makan kue, tapi setelah makan malam, ya”
  3. Berikan konsekuensi logis untuk memperbaiki perilaku anak yang buruk. Misalnya, “Kalau kamu meninggalkan sepeda sembarangan sekali lagi, ayah dan ibu akan memasukkannya di garasi selama seminggu.”
  4. Menjaga integritas dengan menjadi panutan. Anak Anda akan meniru apa yang Anda lakukan, bukan apa yang Anda ucapkan.
  5. Adakan pertemuan rutin keluarga untuk memberikan kesempatan kepada semua anggota keluarga untuk berbagi ide dan menampung saran. Cara ini bisa membuat hubungan keluarga tambah erat. Usahakan untuk menggelar pertemuan keluarga yang menyenangkan, bukan menjadi momen saling mengoreksi atau bahkan memicu konflik.